Segenap dewan hakim yang arif dan bijaksana, hadirin sebngsa dan setanah air yang kami banggakan.
Pada zaman sekarang ini semakin ramai orang berlomba-lomba mengejar
jabatan , berebut kedudukan hingga mendapat sebuah kekuasaan tanpa
memperhatikan kemampuan dan potensi yang di miliki.mereka menggap
jabatan adalah keistimewaan ,fasilitas ,kewenangan tanpa
batas,kebanggaan dan popularitas , tanpa niat dengan ihlas.
Padahal sesungguhnya kepemimpinan dalam sebuah jabatanadalah amanah,titipan dari ALLAH SWT.bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan.Oleh
karna itu hadirin,pada kesempatan kali ini perkenenkanlah kami
memeparkan sarah al qur’an dengan judul’’KEPEMIMPINAN DALAM KONSEP AL
QUR’AN’’sebagai rujukan suroh al –anbiya’;73
‘’Dan kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah kami,dan kami wahyukan kepada mereka
agar berbuat kebaikan,melaksanakan sholat dan menunaikan zakat,dan hanya
kepada kami mereka menyembah’’
Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir AL-Qur’an AL-Adhim ,di awal ayat
berbicara tentang cirri kepemimpinan yang ideal yaitu para pemimpin itu
senantiasa mengajak rakyatnya kejalan ALLAH ,aplikatif mereka memberikan
keteladanan terlebih dahulu. Mencontohkan pengabdian dalam kehidupan
sehari hari,yang dicerminkan dangan menegakkan sholat dan menunaikan
zakat,sehingga mereka termasuk kelompok ‘Abid’yang senantiasa tunduk dan
patuh mengabdi kepada ALLAH SWT.
‘WAKANU LANA ABIDIN bukan WAKANU ABIDIN’ merupakan penegasan bahwa
perbuatan baik yang mereka perbuat,lahir dari rasa iman kepada ALLAH dan
jauh dari kepentingan politik.Maka
kata ‘Iana [Hanya Kepada Kami] adalah batasan bahwa hanya kepada ALLAH
mereka berbuat kebaikan. ASy-syaukani dalam tafsir fathul Qodir
menambahkan bahwa keriteria pemimpin yang memang harus ada adalah
keteladanan dalam kebaikan secara universal. Fi’lal khairat yang
senantiasa mendapat bimbingan ALLAH adalah beramal dengan seluruh
syari’at ALLAH secara integraldan paripurna dalam seluruh segmen
kehidupan.
Sampai detik ini sejumlah masalah masih mengidap di tubuh bangsa ini. Di
bidang Politik, hukum dan keamanan, bangsa kita adalah raksasa rapuh.
Rumah bangsa ini tidak punya pagar. Kapal-kapal asing bebas keluar masuk
menjarah ikan di perut laut pedalaman. Bahkan negara tetangga tanpa
rasa takut memindahkan patok-patok batas negara. Maklum, peralatan
perang tentara kita lawas. Sementara, budaya koruptif begitu akut dan
sistemik ada di seluruh struktur urusan publik.
Di sektor Kesra, sejumlah borok bangsa masih belum hilang: Angka
kemiskinan tinggi. Pendidikan dan kesehatan mahal. Anak-anak busung
lapar belum hilang dari angka statistik. Untuk urusan bencana, begitu
lambat penanganannya. Ini adalah wujud minimnya rasa empati negara
terhadap kesengsaraan rakyatnya. Belum lagi konflik horizontal, baik
yang bermotif sara ataupun bermotif ekonomi. Ini pertanda negara tidak
hadir di saat rakyat membutuhkan sebagai lembaga yang memiliki otoritas
mengatur ketertiban. Kenapa itu semua terjadi? Banyak faktor yang
menjadi sebabnya. Tapi, ada satu faktor mendasar yang menjadikan itu
semua terjadi, yaitu kegagalan para elite kita memimpin bangsa ini.
Sejatinya seorang pemimpin adalah orang yang secara berani mengambil
alih masalah orang lain menjadi tanggung jawab dirinya. Ia problem
solver masalah lingkungannya. Celakanya, beberapa dekade kepemimpinan
bangsa ini justru diemban bukan oleh seorang problem solver. Jika pun
ada, masih malas berpikir. Tidak kreatif dalam mencari solusi.
Setidaknya masih tambal sulam. Akibatnya, tidak ada satu masalah bangsa
pun yang terselesaikan secara tuntas.
Kenyataan itu bisa kita dapati dalam potret keseharian masyarakat,
tercetak di surat kabar, dan terekspose di kotak kaca televisi di ruang
keluarga rumah kita. Siapapun presidennya, rakyat selalu harus antre
minyak tanah untuk kompor mereka. Siapapun gubernur di ibukota, macet
dan banjir adalah penyakit akut yang entah kapan akan enyah dari
kehidupan keseharian warga kota.
Repotnya lagi jika pemimpin yang terpilih justru menjadi problem bagi
bangsa ini. Setiap hari rakyat digempur dengan masalah-masalah yang
tidak perlu tapi dibuat pemimpin jenis ini. Sehingga tak heran jika
hampir semua pemimpin di negeri ini masa akhir jabatannya adalah
tragedi. Soekarno sebelumnya dielu-elukan rakyat, akhir masa jabatannya
tercatat begitu suram. Ia digoyang dan dijatuhkan oleh rakyat. Mati
dalam kesendirian. Begitu juga Soeharto. Bapak Pembangunan ini pun
tersungkur di masa akhir jabatannya. Bahkan, Presiden Abdurrahman Wahid
lebih menyedihkan lagi. Hanya seumur jagung memerintah. Kursinya dicopot
beramai-ramai lewat sebuah mekanisme yang hampir tidak masuk akal.
Tak heran jika akhirnya masalah-masalah yang membelit bangsa ini jadi
bertumpuk dan tidak pernah diselesaikan. Sebab, kepemimpinan yang ada
hanya sibuk membangun benteng kekuasaan dengan permainan citra. Semua
masalah bangsa diselesaikan dengan retorika, iklan di media massa, atau
setidaknya dengan kata “akan” lewat statemen di forum kenegaraan. Dengan
kata “akan” itu seolah-olah masalah telah terselesaikan. Padahal tidak.
Persis seperti seorang ABG yang mendempul wajahnya dengan bedak tebal
guna menutupi bopeng bekas jerawat. Wajahnya terlihat mulus memang.
Tapi, bopeng di wajahnya masih tetap ada.
Karena itu, bangsa ini memerlukan pemimpin baru. Pemimpin yang menjadi
problem solver. Pemimpin seperti ini tentu lahir dari generasi baru.
Bukan dari generasi lawas pewaris kepemimpinan pola lama. Bukan juga
berasal dari individu yang terlibat dan menyangga kepemimpinan masa
lalu. Tgl 9 april 2014 kmaren rakyat Indonesia baru saja melksanakan
pesta demokrasi dengan memilih wakil rakyat yang akan menentukan nasib
bangsa selama 5 tahun ke depan .indonesia rindu dengan pemimpin yang
jujur,pemimpin yang adil pemimpin yang mengutamakn kesejahtraan rakyat,.
Bangsa ini membutuhkan pemimpin baru. Pemimpin yang menjadi antitesis
karakteristik kepemimpinan gaya lama. Tapi, tentu saja kepemimpinan baru
itu tidak berpola pikir nihilis. Pasti ada sisi-sisi positif yang
dihasilkan dari kerja kepemimpinan masa lalu. Hal-hal positif itu tentu
saja batu pijakan yang bagus untuk memulai step baru bagi perjalanan
bangsa ini ke depan. Proses kelahiran kepemimpinan baru saat ini sangat
memungkinkan. Syarat-syarat yang ada, baik berupa kondisi sosial,
ekonomi, dan politik sudah lengkap. Tinggal satu faktor penting yang
belum ada factor apakah itu hadirin ?: munculnya aktor yang berinisiatif
menjadi penggerak perubahan. Perlu orang yang berani, jujur dengan
cita-cita perjuangan, memiliki komitmen dan keteguhan terhadap ideologi
dan cita-cita perjuangan, serta sabar dalam berjuang. Aktor perubah
berkarakter seperti itulah yang dibutuhkan sebagai pemimpin di hari ini.
Jangan sampai bangsa ini seperti keledai. Selalu mengulang kesalahan
yang sama: memilih pemimpin bertipe makelar yang hanya mencari untung
bagi kepentingan pribadinya sendiri.Betul…. ?
Dalam sebuah hadist riwayat bukhori muslim Rosulullah SAW. Bersabda :
“ setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap-tiap pemimpin akan di minta pertanggung jawabannya”
Pada dasarnya , setiap manusia adalah pemimpin minimal pemimpin
terhadap seluruh metafisik dirinya,dan setiap pemimpin akan di mintai
pertanggung jawaban atas segala kepemimpinannya.
Lantas bagai mana menjadi pemimpin yang sesuai dengan konsep al quran ?,
sesungguhnya allah telah memberikan gambaran sosok pemimpin yang ideal
dalam surah al ahzab ayat 21:
“sesungguhnya telah ada pada diri rosulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat allah dan kedatangan
hari kiamat dan dia banyak menyebut allah ‘’
Dari ayat tersebut menginformasikan sekaligus menegaskan kepada kita
sungguh pada diri Rasulullah itu terdapat uswatun hasanah bagi kita
rosul merupakan figure yang luhur paling contoh yg tinggi yg harus di
ikuti dengan sepenuh hati ,baik perkataan maupun perbuatannya.demikian
penegasan imam ali as shobuni dalam sofwatut tafsir. termasuk dalam hal
kepemimpinannya , sebab beliau R osulullah merupakan sosok seorang
pemimpin ideal yang sangat berhasil dalam sejarah dunia ,bahkan menjadi
rahmatan linnas (rahmat bagi manusia)dan rahmatan lilalamin (rahmat bagi
alam).kemudian dalam islam seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang memiliki sekurang-kurangnya 4 sifat yang di miliki oleh
rosulullh:1) siddiq yg artinya jujur 2)tabligh yang artinya menyampakan
amanah 3)Amanah dapat di percaya 4)fathonah yg artinya cerdas.
Sudah saatnya panggung suksesi kepemimpinan nasional di tahun 2015
diisi dengan isu memunculkan kepemimpinan yang kuat, yang mempunyai
kemampuan membangun solidaritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam
seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara,pemimpin yang
memiliki keunggulan moral, kepribadian, dan intelektual dan yang siap
melarat demi kepentingan rakyat. Sudah waktunya kepemimpinan nasional
dipegang oleh pribadi yang bersih, peduli, dan profesional. Jangan
serahkan tongkat kepemimpinan bangsa ini kepada pemimpin dengan
kepribadian yang tidak konsisten dan dikelilingi lingkungan yang tidak
kondusif.
Hadirin yang kami mulyakan dewan hakim yang arif dan bijak sana
Sebelum kami ahiri syarahan ini, dapat kita tarik beberapa kesimpulan yg
1)Bahwa sosok pemimpin sangat berpengaruh bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara.2) pemimpin yang baik adalah pemimpin yg hanya mengutamakn
kepentingan rakyat danmengutamakn ahlakul karimah dalam memimpin.
Jika Pemimpin ber iman maka Negara akan aman
Jika pemimpin ber ilmu maka Negara akan maju
Jika Negara bertaqwa maka Negara akan jaya
Sekian dari kami semoga bermanfaat